UmmatMuslim.com - Haid adalah darah yang dikeluarkan rahim saat seorang wanita mencapai usia baligh, dimana biasanya darah itu akan keluar pada waktu-waktu tertentu dengan hikmah mencegah dan mengendalikan kelahiran anak. sedangkan nifas adalah darah yang keluar dari vagina setelah melahirkan dan tidak ada batas minimalnya, sehingga kapan saja wanita yang sedang nifas melihat darah nifasnya telah berhenti, hendaklah ia mandi untuk mensucikan dirinya.
Saat wanita mengalami haid dan nifas ada ibadah-ibadah yang dilarang untuk dilakukan sampai sang wanita dapat memastikan masa sucinya. adapun hal-hal yang dilarang saat haid dan nifas adalah sebagai berikut:
1. Bersetubuh
hal ini berdasarkan dengan firman Allah SWT, "Dan janganlah kalian mendekati mereka sebelum mereka suci (mandi)." (Al-Baqarah:222)
2. Shalat dan Puasa
wanita yang sedang haid dan nifas tidak diwajibkan shalat dan puasa hanya saja jika hal itu puasa wajib mereka harus menggantinya tetapi tidak dengan shalat mereka.
Rasulullah SAW bersabda, "Bukankah apabila seorang wanita sedang haid, berarti ia tidak shalat dan tidak berpuasa?" (HR. al-Bukhari no.304)
Juga berdasarkan keterangan Aisyah RA, "Ketika kami mengalami haid pada masa Rasulullah SAW, maka kami diperintahkan mengqadha' (mengganti) puasa, tetapi kami tidak diperintahkan mengqadha' shalat." (HR. al-Bukhari no.321)
3. Memasuki Masijid
Hal tersebut berdasarkan sabda Rasulullah SAW, "Aku tidak menghalalkan masjid bagi wanita yang sedang haid dan orang yang junub." (HR. Abu Dawud no. 232)
4. Membaca al-Qur'an secara langsung,
hal ini berdasarkan hadits Rasulullah SAW bersabda, "Orang yang junub dan wanita yang sedang haid tidak boleh membaca sesuatupun dari al-Qur'an." (HR. at-Tirmidzi np. 131)
5. Cerai
Seorang wanita yang sedang haid tidak boleh dicerai, akan tetapi hendaklah ditangguhkan hingga suci dan sebelum digauli, berdasarkan keterangan dalam suatu riwayat bahwa suatu ketika Ibnu Umar RA menceraikan istrinya disaat sedang haid, kemudian Rasulullah SAW memerintahkannya supaya kembali ke istrinya serta menangguhkannya hingga suci (HR, al-Bukhari no.5252)
Wallahu a'lam
sumber:
Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza'iri, "Minhajul Muslim", Darul Haq, Jakarta, 2015